Hari raya idul Fitri merupakan puncak perjalanan spiritual
seorang insan setelah selama satu bulan penuh berjuang membersihkan diri dari
belenggu yang menutupi fitrah diri yang suci.
Hari raya adalah simbolisasi kemenangan fisik dimensi
spiritual manusia dari perjalanan kecenderungan fisik atau biologis. Idul fitri
memiliki arti kembali (Id) ke hakikat atau asal (Fitri). Dengan merayakan Idul Fitri
setelah sebulan penuh digembleng melalui ibadah puasa, manusia dilatih
melepaskan keterikatan dengan berbagai kebutuhan fisik makan, minum, dan
lain-lain. Dengan demikian, manusia akan kembali sebagai makhluk spiritual yang
telah mengikat perjanjian dengan Tuhannya. Saat Idul Fitri, seorang hamba
kembali menjadi insan yang suci, taat pada Tuhannya, dan tidak lagi menuhankan
kebutuhan fisiknya.
Kecenderungan menusia untuk “kembali ke asal” tampak pada
tradisi mudik. Pulang ke kampung halaman yang secara masal dilakukan di
masyarakat kita, pada dasarnya merupakan bukti bahwa manusia memiliki
kecenderungan untuk “kembali”. Kita melihat dan mungkim merasakan, setiap Idul
Fitri orang selalu berjuang keras untuk bisa pulang kampung. Meskipun harus
berjelal-jelal dikendaraan, meski harus menghabiskan tabungan selama satu
tahun, mereka rela agar bisa kembali berkumpul dengan sanak saudara.
Dorongan untuk “kembali” saat Idul Fitri, sesungguhnya tidak
hanya dalam bentuk mudik fisik yaitu tubuh kembali ke kampung halaman. “Id”
juga bukan hanya bermakna mudik emosional yaitu bahagia bernostalgia bertemu
kerabat atau teman lama.
Banyak orang yang mengartikan Lebaran hanya dari sisi mudik
fisik dan emosional memaksakan diri dengan berbagai cara agar bisa pulang kampung,
namun melupakan arti “Id” yang sesungguhnya, yaitu mudik spiritual. Banyak
manusia yang jiwanya sudah mengembara jauh dari orbit yang seharusnya. Idul
Fitri Sesudah berpuasa sebulan penuh adalah upaya untuk mengembalikan jiwa agar
kembali bersih dari dorongan materi dan semata-mata hanya tunduk pada
nilai-nilai mulia yang Allah berikan pada manusia ketika lahir ke muka bumi.
Jika kita kembali pada pemahaman esensial bahwa Idul Fitri
adalah “mudik ke kampung spiritual”, maka tak semestinya setiap orang untuk
selalu berupaya mudik ke kampung halaman saat Lebaran. Segala upaya keras,
tenaga, pikiran untuk mudik fisik di kala Lebaran, bisa kita fokuskan untuk
berjuang melakukan mudik spiritual, sehingga lebih memaknai dan
mengimplementasikan arti Idul Fitri, kembali ke fitrah diri.
0 komentar:
Posting Komentar