31 Jul 2016
30 Jul 2016
BAGAIMANA USAHA SUKSES DENGAN TANPA MEMILIKI MODAL DAN KEAHLIAN
Lembah Silikon telah melahirkan ribuan perusahaan,
seperti Silicon Graphics, Oracle, Cisco System, dan lain-lain. Gagasan
cemerlang berupa teknologi inovatif diyakini oleh beberapa perusahaan di Lembah
Silikon mampu membuat orang berhasil. Namun, satu hal penting yang lebih besar
dari sekadar gagasan besar adalah kolaborasi. Tidak semua orang yang memiliki
modal akan berhasil, dan tidak pula orang yang hanya memiliki skill atau network saja.
Justru, orang-orang yang mampu melakukan kolaborasilah yang akan lebih
berhasil.
Di fasilitas penelitian dan
pengembangan Xerox Corporation di Lembah Silikon, Brown, seorang
manajer, berkata “Di sini, segala sesuatu dikerjakan lewat kolaborasi, sama
seperti di industri teknologi tinggi lainnya di dunia sekarang ini. Tak ada
jenius yang mampu tampil sendirian.”
Jadi,
lakukan upaya untuk memberikan kelebihan yang Anda miliki, dan berikan
kesempatan kepada orang lain untuk melakukan kolaborasi dengan Anda. Pak Ary
menamakan ini “sedekah kolaborasi”.
“Dan
teguhlah sekaliannya berpegang kepada tali Allah. Janganlah berpecah-belah
(antara kamu), dan ingatlah nikmat Allah kepadamu, ketika kamu saling
bermusuhan, lalu Ia padukan hati-hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu
menjadi bersaudara. Kamu berada di tepi jurang api (neraka), dan Ia selamatkan
kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya, supaya
kamu beroleh bimbingan.” QS Ali ‘Imran (Keluarga ‘Imran) 3:103
Download VIDEO GRATIS disini bit.ly/ESQGratis
15 Jul 2016
BAGAIMANA MENGGOSOK INTAN AGAR KEMILAUNYA MENYINARI SEKITAR
Roda
waktu terus berputar. Ramadan demi Ramadan pun akan meninggalkan kita. Bagi
yang memahami makna puasa, maka berlalunya bulan Ramadan adalah melebihi
pedihnya ditinggal kekasih yang dicinta. Kepergian Ramadan meninggalkan sesal,
karena tak memberikan janji akan adanya kesempatan bertemu di masa mendatang.
Apa yang seharusnya dilakukan di bulan Ramadan sesungguhnya adalah sesuatu yang sangat penting, yaitu melawan dan menghancurkan cengkeraman nafsu. Jiwa manusia seringkali bagaikan intan kemilau yang berbalut berbagai belenggu. Prasangka, masa lalu, cara pandang, prinsip hidup, kepentingan pribadi, lilteratur dan pembanding kerap menjadi penghalang memancar cahaya permata dari nurani manusia. Karena itulah, tugas kita selama Ramadan adalah menggosok sang intan sehingga kemilaunya akan tampak dan menyinari sekitarnya. Cahaya fitrah akan memancar dari jiwa manusia, dialah cahaya kejujuran, cahaya tanggung jawab, cahaya visioner, cahaya disiplin, cahaya kebersamaan, cahaya keadilan, dan cahaya peduli.
Hingga, saat idul fitri, setelah digosok selama 30 hari di bulan Ramadan, jiwa manusia menjadi terang-benderang. Kemilaunya mengalahkan bintang, karena ruh mulia telah bersinar kembali. Ruh yang ada dalam jiwa manusia, yang berasal dari Allah, yang ditiupkan oleh Allah sebelum manusia dibalut materi. Idul Fitri adalah kembalinya manusia pada fitrahnya semula sebagaimana yang dikehendaki Allah. Pertanyaannya, akan dibawa ke mana fitrah diri yang telah bersinar itu?
Dalam
perspektif haji, setelah mengenal diri yang fitrah di Arafah dan melontar
jumroh di Mina, maka seseorang harus bersegera pergi ke Mekkah untuk bertawaf
memurnikan tauhid kepada Allah, membangun spiritual komitmen. Di mekkah inilah
peristiwa monumental penyembelihan ismail oleh Nabi Ibrahim terjadi, sebagai
symbol penyembelihan terhadap kecintaan duniawi selain Allah.
Karena
itu, tembuslah dimensi waktu, bersegeralah berjalan menuju Idul Adha, untuk
membangun komitmen dan berprinsip pada kalimat : Laa Ilaah Illallaah.
Fitrah yang sudah bersinar sesungguhnya
bukan untuk kebanggaan diri dan bukan pula untuk materialism. Semua potensi
diri hanya untuk Allah, melalui keluarga, masyarakat, perusahaan, bangsa, dan
negera.
5 Jul 2016
MUDIK FISIK VS MUDIK SPIRITUAL
Hari raya idul Fitri merupakan puncak perjalanan spiritual
seorang insan setelah selama satu bulan penuh berjuang membersihkan diri dari
belenggu yang menutupi fitrah diri yang suci.
Hari raya adalah simbolisasi kemenangan fisik dimensi
spiritual manusia dari perjalanan kecenderungan fisik atau biologis. Idul fitri
memiliki arti kembali (Id) ke hakikat atau asal (Fitri). Dengan merayakan Idul Fitri
setelah sebulan penuh digembleng melalui ibadah puasa, manusia dilatih
melepaskan keterikatan dengan berbagai kebutuhan fisik makan, minum, dan
lain-lain. Dengan demikian, manusia akan kembali sebagai makhluk spiritual yang
telah mengikat perjanjian dengan Tuhannya. Saat Idul Fitri, seorang hamba
kembali menjadi insan yang suci, taat pada Tuhannya, dan tidak lagi menuhankan
kebutuhan fisiknya.
Kecenderungan menusia untuk “kembali ke asal” tampak pada
tradisi mudik. Pulang ke kampung halaman yang secara masal dilakukan di
masyarakat kita, pada dasarnya merupakan bukti bahwa manusia memiliki
kecenderungan untuk “kembali”. Kita melihat dan mungkim merasakan, setiap Idul
Fitri orang selalu berjuang keras untuk bisa pulang kampung. Meskipun harus
berjelal-jelal dikendaraan, meski harus menghabiskan tabungan selama satu
tahun, mereka rela agar bisa kembali berkumpul dengan sanak saudara.
Dorongan untuk “kembali” saat Idul Fitri, sesungguhnya tidak
hanya dalam bentuk mudik fisik yaitu tubuh kembali ke kampung halaman. “Id”
juga bukan hanya bermakna mudik emosional yaitu bahagia bernostalgia bertemu
kerabat atau teman lama.
Banyak orang yang mengartikan Lebaran hanya dari sisi mudik
fisik dan emosional memaksakan diri dengan berbagai cara agar bisa pulang kampung,
namun melupakan arti “Id” yang sesungguhnya, yaitu mudik spiritual. Banyak
manusia yang jiwanya sudah mengembara jauh dari orbit yang seharusnya. Idul
Fitri Sesudah berpuasa sebulan penuh adalah upaya untuk mengembalikan jiwa agar
kembali bersih dari dorongan materi dan semata-mata hanya tunduk pada
nilai-nilai mulia yang Allah berikan pada manusia ketika lahir ke muka bumi.
Jika kita kembali pada pemahaman esensial bahwa Idul Fitri
adalah “mudik ke kampung spiritual”, maka tak semestinya setiap orang untuk
selalu berupaya mudik ke kampung halaman saat Lebaran. Segala upaya keras,
tenaga, pikiran untuk mudik fisik di kala Lebaran, bisa kita fokuskan untuk
berjuang melakukan mudik spiritual, sehingga lebih memaknai dan
mengimplementasikan arti Idul Fitri, kembali ke fitrah diri.