Pertarungan antara pemuasan dan penundaan dalam diri manusia
senantiasa terjadi. Banyak tindakan yang terjatuh dalam kategori dosa. Karena
manusia tak mampu menahan diri. Karena itulah, pengendalian diri merupakan hal
yang penting dimiliki oleh setiap manusia.
Sejak Nabi Adam dan Hawa terjatuh dari taman firdaus,
manusia menyadari pentingnya menahan godaan. Namun, sejarah membuktikan bahwa
dari generasi ke generasi senantiasa dipenuhi kisah kegagalan manusia dalam
menundukkan dorongan nafsunya. Kekuasaan, harta-benda, syahwat, adalah bagian
dari dorongan yang kerap membutakan mata hati.
Kehancuran yang disebabkan karena ketidakmampuan manusia
mengendalikan diri tak hanya ada dalam termonologi islam. Dalam mitologi
yunani, ada beberapa tragedy di mana ketidakmampuan menahan nafsu, pada akhirnya
hanya akan menghancurkan diri sendiri. Raja midas yang terkenal karena
permintaannya untuk menjadikan apa pun yang disentuhnya menjadi emas, malah
membuatnya menderita. Tak hanya batu, tanah, dan rumah yang menjadi emas,
bahkan anak istrinya yang sangat dia cintai pun akhirnya menjadi patung emas.
Penelitian lama yang dilakukan Walter Mischel, dikutip
Daniel Goleman dalam Emotional
Intelegence, menunjukkan adanya keterkaitan antara kemampuan menahan
keinginan sejak kecil dengan sukses seseorang. Penelitian dilakukan dengan
menguji anak-anak TK di Kampus Stanford dengan tantangan marshmallow. Masing-masing anak dibagi satu buah marsmallow. Jika mereka mau menunggu hingga
peneliti kembali sekitar 20 menit, mereka akan diberi tambahan satu buah.
Belasan tahun kemudian, ternyata mereka yang tahan untuk menunda memakan
marshmallow, menjadi lebih sukkses dalam bidang akademinya. Berdasarkan
pengujian ini, pengendalian emosi terbukti mengantar seseorang pada sukses.
Karena itulah, perintah menjalankan puasa selama satu bulan
penuh di bulan Ramadan merupakan metoda yang sangat baik untuk melatih manusia
agar bebas dari berbudakan keinginan, sehingga mengantarkan pada sukses
dunia-akhirat. Nafsu adalah belenggu yang menutupi suara hati kebajikan yang
sesungguhnya telah diberikan Sang Pencipta pada setiap manusia. Dengan menjalankan
puasa, manusia akan terlatih untuk menjaga kejernikah fitrah dirinya. Karena
itu, karakter asli manusia untuk cenderung pada kebajikan akan kembali
memancar.
Mari jadikan puasa di bulan Ramadan ini, untuk benar-benar
melatih diri kita mengendalikan diri dari dorongan nafsu yang senantiasa
mendatangkan penyesalan di kemudian hari.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu sekallu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS Yusuf:53)
0 komentar:
Posting Komentar