Salah satu fungsi PUASA adalah sebagai pelatihan mengendalikan
suasana hati. Suasana hati bisa sangat berkuasa atas pikiran dan tindakan
seseorang. Bila sedang marah, kita akan mudah untuk mengingat hal-hal atau
kejadian-kejadian yang memunculkan dendam.
Kadang, kita mencari obyek untuk melampiaskan kemarahan kita,
atau menjadi mudah tersinggung dan mencari-cari alasan sebagai pembenaran
kebencian. Puasa melatih kita untuk menolak dan menyingkirkan pikiran negatif
yang muncul akibat rasa marah yang tak terkendali. Kita bisa tetap berpikir
jernih, bertindak secara positif dan tetap produktif.
Ketika kemarahan memuncak, suasana hati sering kali bergolak tak
terkendali. Akibatnya, persoalan kecil yang biasanya tidak menimbulkan masalah
apa-apa, akan berubah menjadi persoalan serius yang sangat mengesalkan hati dan
membuat kita sangat resah atau gusar. Bahkan, sebuah kancing baju yang lepas
ketika akan berangkat kerja, saat kita gusar, akan membuat kita menjadi “gila.”
Setelah meledak, barulah timbul penyesalan, tetapi terlambat karena ledakan itu
telah terlontar dan mengenai orang lain, bisa mitra kerja kita atau orang yang
kita sayangi. Puasa adalah upaya melatih diri untuk mengendalikan ledakan emosi
seperti itu.
Dibawah ini contoh peristiwa yang terjadi di jalan raya di
Jakarta.
Seorang pengendara mobil menyalip mobil lainnya, lalu menghentikannya
persis di depan mobil tersebut, kemudian ia turun dari mobil dan memaki,
“Goblok kamu!” sambil memukul kap mobil.
“Kamu belok tiba-tiba, tanpa memberi sign! Lihat ini, saya jadi
menabrak trotoar!” Tetapi, pengendara yang disalip itu tidak langsung
memperturutkan emosinya. Justru ia menjawab dengan tenang, “Baik, saya akan
ganti, berapa biayanya?” sambil menyodorkan kartu namanya. Lalu ia berkata,
“Mari datang ke kantor saya. Saya akan perbaiki dan saya akan ganti.” Ia tetap
berbicara dengan tenang.
Si pemberang tersebut membaca sekilas kartu nama tersebut, yang
tertulis adalah “Letnan Jenderal....” Seketika si pemberang tersebut pucat
pasi. Dengan tenang sang jenderal berkata, “Jangan khawatir, saya bisa
mengendalikan diri saya.”
Contoh diatas bisa dibayangkan apabila sang jenderal itu
membiarkan dirinya ikut terbawa arus emosi. Semakin “tinggi” seseorang, semakin
tinggi pula kemampuannya untuk mengendalikan emosi karena pengendalian diri
adalah syarat mutlak untuk mencapai puncak prestasi. Prinsip untuk tetap tenang
saat menghadapi provokasi atau tekanan, bermanfaat bagi siapa pun agar dapat
bekerja dengan tenang dan produktif serta selalu mampu bekerja pada performa
puncak.
Nantikan Training ESQ “Mission Statement &
Character Building (MCB) dan Self Control & Strategic Collaboration (SCC)” !!
0 komentar:
Posting Komentar